(kepada bisu yang tak tahu mengungkap bahasa duka)
Tidakkah kauingin mengenali
nyanyian luka dan serpihan-serpihannya
pada malam yang menyimpan sunyi
dan rahasia berbilang pergi
aku bukan peguam menang bicara
bukan Gibran yang kaubaca untuk teman teristimewa di selisih kota
aku Dharmawijaya lelah rela
Amir Hamzah yang melagukan
ingin dalam paling indah
—pada waktumu jua
meski diri pengagum berbudi
di kalbu rayu aku peragu sepi
menunggu lara malam berlalu,
sebelum langit melentur menjadi pagi,
dan terbit rindu di ufuk matamu
memang aku ‘kan sentiasa tiba
dan kau ‘kan selalu melirik
tetapi begitulah,
wajah kita tidak pernah sedepa
atau begitukah kau menikmatiku
hanya dari sejarak luka
mungkin kita terabadi
sebagai sebuah peristiwa
tetap jua kauhidup,
setia menjadi
bunga unggul di dada
tidakkah kauingin bernyanyi bersama
antara aku, luka, dan serpihannya
sesudah langit terbebat
sesudah lagi tiada.
Muhaimin Subki